Sabtu, 07 Oktober 2017

MERAH PUTIH ITU NYARIS BERGANTI PALU ARIT

Menghayati Hari Kesaktian Pancasila

*MERAH PUTIH ITU NYARIS BERGANTI PALU ARIT*

Berbagai kekejian para komunis di masa lalu. Perjalanan ziarah panjang ke berbagai kota yang menjadi saksi kebengisan PKI.
Barangkali, bisa kita namakan ziarah kekejaman PKI. Rute perjalanan dan kisah kengeriannya.

Kota pertama yg akan kita kunjungi adalah *Tegal dan sekitarnya.* Kekejian pertama PKI yaitu pada penghujung tahun 1945, tepatnya Oktober.
Di kota ini, ada seorang tokoh pemuda Partai Komunis Indonesia di Slawi, Tegal, Jawa Tengah, berjuluk Kutil, telah menyembelih seluruh pejabat pemerintah di sana.

Dari namanya saja sudah menjijikkan, meskipun nama aslinya adalah Sakyani.
Kutil ini sangat ditakuti, karena pernah memimpin pemberontakan yg gagal di Tegal dan sekitarnya, pada tahun 1926, kemudian dibuang ke Digul. Tapi, Kutil bisa lari dari Digul setelah membunuh sipir Belanda dan mencuri kapal.

Kutil juga melakukan penyembelihan besar-besaran di Brebes dan Pekalongan.
Si Kutil ini mengarak Kardinah (adik kandung R.A. Kartini) keliling kota dengan sangat memalukan. Syukurlah, ada yang berhasil menyelamatkan Kardinah, tepat beberapa saat sebelum Kutil memutuskan untuk mengeksekusi Kardinah.

*Kota Lebak, Banten,* juga akan bersaksi kepadamu. Kekejian ke dua datang dari Ce’Mamat, pimpinan gerombolan PKI dari Lebak (Banten) yang merencanakan menyusun pemerintahan model Uni Soviet. Gerombolan Ce’Mamat berhasil menculik dan menyembelih Bupati Lebak R. Hardiwinangun di Jembatan Sungai Cimancak pada tanggal 9 Desember 1945.

Jalan Otto Iskandar Dinata di selatan Kampung Melayu, ingatlah kisah pembunuhan tokoh nasional Otto Iskandar Dinata yang dihabisi secara keji oleh laskar hitam Ubel-Ubel dari PKI, pada Desember 1945.

Medan, ternyata banyak menyimpan kisah miris. Sebab, PKI juga menumpas habis seluruh keluarga (termasuk anak kecil) Istana Sultan Langkat Darul Aman di Tanjung Pura, pada Maret 1946, serta merampas harta benda milik kerajaan. Dalam peristiwa ini, putra Mahkota kerajaan Langkat, Amir Hamzah (banyak dikenal sebagai penyair), ikut tertumpas. Tak ada lagi penerus kerajaan Langkat.

Di belahan lain Sumatra, yaitu Pematang Siantar, PKI menunjukkan kebrutalannya. Pada tanggal 14 Mei 1965, PKI melakukan aksi sepihak menguasai secara tidak sah tanah-tanah Negara. Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) melakukan penanaman secara liar di areal lahan milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Karet IX Bandar Betsi.

Pembantu Letnan Dua Sudjono yg sedang ditugaskan di perkebunan secara kebetulan menyaksikan perilaku anggota PKI tersebut. Sudjono pun memberi peringatan agar aksi dihentikan. Anggota PKI bukannya pergi, justru berbalik menyerang dan menyiksa Sudjono. Akibatnya, Sudjono tewas dengan kondisi yg amat menyedihkan.

Berbagai kota di Jawa timur juga akan kita kunjungi. Kekejian di Jawa Timur, yaitu saat Gubernur Jawa Timur, RM Soerjo, pulang dari lawatan menghadap Soekarno. Di tengah jalan, mobil Gubernur Suryo bersama dua pengawalnya dicegat pemuda rakyat PKI, lalu diseret menggunakan tali sejauh 10 kilometer hingga meregang nyawa, lalu mayatnya dicampakkan di tepi kali.

Padahal, di masa lalu, Soerjo merupakan pemimpin penting dalam pertempuran melawan belanda di Surabaya. Ketika suatu saat melewati Mantingan kota Ngawi, mampirlah sebentar ke Museum Gubernur Soerjo, doakanlah segala kebaikan untuk arwahnya.

 *Madiun.* PKI juga tega menusuk dubur banyak warga Desa Pati dan Wirosari (Madiun) dengan bambu runcing. Lalu, mayat mereka ditancapkan di tengah-tengah sawah, hingga mereka kelihatan seperti pengusir burung pemakan padi. Salah seorang diantaranya wanita, ditusuk (maaf) kemaluannya sampai tembus ke perut, juga ditancapkan di tengah sawah.

Di kota *Magetan,* Algojo PKI merentangkan tangga melintang di bibir sumur, kemudian Bupati Magetan dibaringkan di atasnya. Ketika telentang terikat itu, algojo menggergaji badannya sampai putus dua, lalu langsung dijatuhkan ke dalam sumur.

Kejadian biadab ini harus kita beritahukan kepada adik, anak, dan cucu kita.

Kejadian Biadab lainnya ketika Kyai Sulaiman dari Magetan ditimbun di sumur Soco bersama 200 santri lainnya, sembari tetap berdzikir, pada September 1948.

Kita semua pasti langsung tersungkur mendengar kisah Kyai Imam Mursyid Takeran telah hilang tak tentu rimbanya, genangan darah setinggi mata kaki di pabrik Gula Gorang Gareng, Ayah dari Sumarso Sumarsono yang disembelih di belakang pabrik gula dan baru ketemu rangka tubuhnya setelah 16 tahun kemudian. Bahkan, para PKI mengadakan pesta daging bakar ulama dan santri di lumbung padi di Ngawi.

Kisah Isro yang sekarang menjadi guru di Jawa Timur. Ketika dulu masih berumur 10 tahun pada tahun 1965, Isro hanya bisa memunguti potongan-potongan tubuh ayahnya yang sudah hangus dibakar PKI di pinggir sawah dan hanya bisa dimasukkan ke dalam kaleng. Sudah syukur Isro tidak terguncang jiwanya terus menerus dan bisa berkarya untuk bangsa ini.

Blora, tempat kelahiran Pramoedya Ananta Toer, kota itu akan bersaksi.  Pasukan PKI menyerang Markas Kepolisian Distrik Ngawen, Kabupaten Blora, pada 18 September 1948. Setidaknya, 20 orang anggota polisi ditahan. Namun, ada tujuh polisi yang masih muda dipisahkan dari rekan-rekannya. Setelah datang perintah dari Komandan Pasukan PKI Blora, mereka dibantai pada tanggal 20 September 1948. Sementara, tujuh polisi muda dieksekusi dengan cara keji. Ditelanjangi, kemudian leher mereka dijepit dengan bambu. Dalam kondisi terluka parah, tujuh polisi dibuang ke dalam kakus/jamban (WC) dalam kondisi masih hidup, baru kemudian ditembak mati.

Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Dungus. Di tempat itu, PKI akhirnya membantai hampir semua tawanannya dengan cara keji. Para korban ditemukan dengan kepala terpenggal dan luka tembak. Di antara para korban, ada anggota TNI, polisi, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan ulama.

Kota *Wonogiri,* Jawa Tengah, ternyata akrab dengan amis darah kekejian PKI yang menculik pejabat pemerintahan, TNI, Polisi, dan Wedana. Semua dijadikan santapan empuk PKI di sebuah ruangan bekas laboratorium dan gudang dinamit di Tirtomoyo. Saat itu, PKI menyekap 212 orang, kemudian dibantai satu per satu dengan keji pada 4 Oktober 1948.

Desa Kanigoro. Saat itu, Pemuda Rakyat (PR) PKI dan Barisan Tani Indonesia (BTI) sungguh-sungguh tidak beradab. Training Pelajar Islam Indonesia di kecamatan Kras, Kediri, tanggal 13 Januari 1965, diserang oleh PR dan BTN. Massa Komunis ini menyiksa dan melakukan pelecehan seksual terhadap para pelajar Islam perempuan.
Tidak hanya sampai di situ, massa PKI pun menginjak-injak Al-Quran. Itu membuktikan bahwa PKI memang tidak mengenal Tuhan. Mereka pun memiliki pertunjukan Ludruk dari LEKRA dengan lakon ”Matinya Gusti Allah”, "Sunate Malaikat Jibril", dan berbagai lakon lain yang biadab dan tak bisa dimaafkan.

*Lubang Buaya* di Jakarta adalah bukti otentik aksi kejam PKI dengan Gerakan 30 September 1965.
Tidak tanggung-tanggung tujuh orang jenderal (Letjen TNI A. Yani, Mayjen TNI Soeprapto,
Mayjen TNI M.T. Hardjono, Mayjen TNI S. Parman,
Brigjen TNI D.I. Panjaitan, Brigjen TNI Soetodjo
Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean), dimasukkan ke dalam sumur. Para Gerwani dan Pemuda Rakyat bersorak dan bergembira ria melihat para Jenderal dimasukkan ke dalam sumur di Lubang Buaya di Jakarta Timur.

Ketahuilah, Semua negara Komunis di dunia ini melakukan pembantaian dan penyembelihan kepada rakyatnya sendiri.
500.000 rakyat Rusia dibantai Lenin (1917-1923),
6.000.000 petani Kulak Rusia dibantai Stalin (1929),
40.000.000 dibantai Stalin (1925-1953),
50.000.000 penduduk Rakyat Cina dibantai Mao Tsetung (1974-1976),
2.500.000 rakyat Kamboja dibantai Pol Pot (1975-1979),
1.000.000 rakyat Eropa Timur di berbagai Negara dibantai rejim Komunis setempat dibantu Rusia Soviet (1950-1980),
150.000 rakyat Amerika Latin dibantai rejim Komunis di sana,
1.700.000 rakyat berbagai Negara di Afrika dibantai rejim Komunis, dan
1.500.000 rakyat Afganistan dibantai Najibullah (1978-1987).

Barangkali, jika waktu itu Komunisme berhasil menguasai negeri ini, kita tak akan bisa membaca karya-karya sastra relijius milik Hamka, Taufiq Ismail, dan lain-lain. Karena, Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang dikomandani oleh Pramoedya Ananta Toer, sempat menuding Hamka sebagai plagiator atas novelnya yg berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk.
Tekanan politik terhadap karya-karya non Komunis dilakukan oleh Lekra.
Hujatan-hujatan terhadap sastrawan anti Lekra terus dilakukan. Penyair Chairil Anwar (pelopor Angkatan 45) juga digugat dan dinilai sudah tidak punya arti apa-apa. Bahkan, buku-buku sastra karya sastrawan anti Lekra dibakar.

Bagaimanapun, Kelompok Palu arit ini telah dua kali melakukan kudeta dengan keji. Mereka menyembelih para santri, para kyai, para agamawan, para penjaga NKRI yg menolak paham kiri. Menjelang 1965, PKI hampir saja berhasil menyembelih sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Kebebasan Tidak Berketuhanan. Syukurlah gagal.

Pada titik ini, perkenankan saya menyebut para santri, kyai, agamawan, tentara NKRI, dan Pancasila sebagai ayat
(baca; pertanda atau suara Tuhan di atas bumi). Pada kenyataannya, tahun 1948 dan 1965, semua ayat itu disembelih oleh gerombolan PKI. Maka aku memberanikan diri untuk menulis surat dan kisah-kisah ini dengan judul "Ayat-Ayat yang Disembelih".

Atas berbagai kekejaman itu, sudah selayaknya PKI dilarang selamanya.

Jika bukan karena kesigapan para mujahid Islam dan penjaga NKRI ketika itu, sekarang ini kita belum tentu bisa hidup berbangsa dan bernegara dengan tenang.

Alangkah bahagia kita saat ini.
Saya dan sahabat-sahabat muslim masih bisa sholat dan mengaji Al-quran di masjid maupun surau. Saudaraku agama Hindu masih bisa menyenandungkan Weda di Pura. Saudaraku Agama Budha di Wihara masih bisa melantunkan Tripitaka. Dan Saudaraku Kristiani, masih bisa menjinjing injil dan melaksanakan kebaktian di gereja setiap akhir pekan.

Salam Merah Putih untuk Negeri tercinta Indonesia.

Rukman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar