Bid'ah Ke-11 : Nisfu Sya'ban
Nisfu sya'ban bukan ajaran Rasululloh. Rasululloh tidak pernah melaksanakan acara tersebut menjelang Ramadhan.
Jawaban Ringan :
Dianggap Nisfu Sya'ban baca-bacaan porno kali ya. Bolehnya kalau mau Ramadhan ke Inul Vista atau Karokean sambil begadang makan kambing guling.
Jawaban Serius :
Mungkin banyak yang bertanya, apa hukum membaca Surat Yaasiin sebanyak 3 kali ? Kemudian dengan tujuan agar umurnya dipanjangkan oleh Allah Subhanhu wa ta’ala, rezekinya dimurahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, diberikan Khusnul Khatimah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, dan segala niat lainnya. Apa hukumnya? Kita katakan bahwa ber’doa dan berharap kepada Allah Subhanahu wa ta’ala tidak pernah dilarang oleh agama, bahkan bagian dari agama. Membaca Surat Yaasiin sebanyak 3 kali/30 kali/ratusan kali, atau membaca Al-Qur’an secara keseluruhan tidak dilarang oleh agama. Dengan tujuan agar hajatnya dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, ketahuilah bahwa yang kita lakukan ketika membaca ayat-ayat suci Al Qur’an adalah bagian dari agama Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebagaimana juga pembacaan Surat Yaasiin 3 kali merupakan amal ibadah yang ketika membacanya dan kemudian bertawassul kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan berkat pembacaan ayat suci Al Qur’an, amal ibadah yang kita lakukan ini agar Allah Subhanahu wa ta’ala memanjangkan umur, mengabulkan do’a, dan memberikan khusnul khatimah kepada kita, perkara semacam ini sangat direstui dan dibenarkan oleh agama. Hal ini dinamakan At Tawashul ilallah bil a’maal ash sholihah yakni bertawasul kepada Allah dengan berkat amal ibadah yang soleh agar Allah mengabulkan doa dan harapan.
Hukum Menghidupkan Malam Nisfu Sya’ban dengan Ibadah dan Doa
Habib Ahmad
بسم الله الحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين الصلاة و السلام على سيدنا رسول الله محمد بن عبد الله و آله و صحبه و من والاه أما بعد
Bulan sya’ban adalah bulan yang agung dan mulia. Bulan yang dikhususkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wasallam dengan berpuasa dan beribadah. Sebelum kita membahas lebih dalam tentang malam nisfu sya’ban yang agung, ada beberapa poin yang perlu diketahui, diantaranya adalah bahwa hadits shahih dan hadits hasan adalah hadits yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pondasi hukum agama. Adapun hadits dhaif tidaklah dapat dijadikan sebagai pondasi hukum namun para ahli hadits menyatakan bahwa hadits dhaif boleh dijadikan pedoman dalam menjalankan suatu amal yang berpahala. Oleh ahli hadits diistilahkan dengan istilah Fadhoil A’mal, yakni hadits yang menyatakan tentang kemulian suatu amal ibadah tertentu dengan pahala tertentu. Ahli hadits menyatakan bahwa bolehnya menjadikan hadits dhaif sebagai pedoman dalam Fadhoil A’mal dengan beberapa syarat, di antaranya adalah:
Status kedhaifannya tidak sangat parah.
Jenis amal ibadah yang dianjurkan dalam hadits dhaif tersebut adalah jenis yang direstui dalam hadits yang shahih atau hasan.
Mengamalkan hadits dhaif dalam Fadhoil A’mal tersebut dengan tanpa beriti’qad bahwa perkara tersebut adalah bagian dari sunnah nabi. Namun dengan tujuan ihtiath (berhati-hati) agar perkara yang berkemungkinan sebagai bagian dari agama tidak terbuang.
Diantara poin yang perlu diketahui juga adalah bahwa hadits yang lemah dapat naik statusnya dengan dukungan keberadaan hadits-hadits lainnya. Contohnya adalah jika suatu amal ibadah tertentu dengan pahala tertentu disebutkan oleh suatu hadits yang dhaif, dan kemudian terdapat beberapa hadits-hadits dhaif yang lain yang menyebutkan tentang amal ibadah yang sama, maka hadits-hadits dhaif tersebut saling menguatkan dan mendukung satu sama lain hingga mengangkat statusnya yang dhaif menjadi status hasan li ghoirihi (hadist hasan karena mendapat dukungan). Demikian halnya dengan hadits hasan apabila terdapat hadits-hadits pendukung yang mendukungnya maka statusnya terangkat dari hadits hasan menjadi shahih li ghoirihi (hadits shahih karena mendapat dukungan).
Kedua poin penting ini adalah sebagian kecil dari ilmu Mushthalah Al Hadits (ilmu penelitian keabsahan hadits) dan masih banyak lagi poin-poin penting dalam meneliti suatu hadits. Hal ini perlu dinyatakan dengan tegas sehingga orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu hadist tidak lancang menyatakan pengingkarannya terhadap suatu hadits, suatu amal ibadah dan suatu hukum agama yang dinyatakan oleh para ulama yang ahli. Karena di zaman ini banyak orang yang dengan lancang mengatakan dengan gaya yang meremehkan “itu adalah hadits dhaif“, seakan hadits dhaif sama sekali tidak punya tempat dalam agama islam, seakan hadits dhaif hanyalah salah satu sampah yang harus dibuang dan dibakar. Na’udzu billah. Kami berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala dari kelancangan terhadap syariat Allah.
Para ulama ahli hadits meriwayatkan hadits-hadits dhaif dan membuat aturan, syarat dan ketentuan yang ketat terhadapnya tiada lain karena kehati-hatian mereka yang amat sangat besar terhadap hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wasallam. Sebagaimana mereka tidak berani menyatakan suatu kepastian yang bulat bahwa hadits dhaif sebagai hadits yang sangat pasti keabsahannya, mereka juga tidak berani menyatakan suatu kepastian bulat bahwa hadits dhaif sebagai hadits yang palsu. Mereka khawatir jika mereka menyatakan bahwa hadits dhaif tersebut adalah pasti keabsahannya namun ternyata tidak demikian dan sebaliknya mereka juga khawatir jika mereka menyatakan bahwa hadits dhaif sebagai hadits palsu namun ternyata tidak demikian. Karena itulah mereka meriwayatkan hadits-hadits dhaif agar tidak membuang apa yang berkemungkinan sebagai bagian dari agama Allah, dan mereka membuat aturan, syarat dan ketentuan yang ketat terhadapnya agar membentengi agama Allah dari apa yang kemungkinan bukan sebagai bagian dari agama Allah.
Malam nisfu sya’ban adalah malam yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala serta malam yang penuh dengan keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyak diriwayatkan dari hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam yang menyebutkan tentang keistimewaan dan kemuliaan malam nisfu sya’ban. Beberapa yang diriwayatkan adalah hadits yang berstatus shahih, hasan, dha’if, sangat lemah, dan palsu. Kita tidak akan menggunakan hadits yang palsu karena hadits palsu tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, bahkan tidak pantas disebut sebagai hadits. Terdapat hadits-hadits yang shahih dan hasan sebagaimana juga terdapat hadits-hadits yang dha’if.
Al Muhaddits Al Imam As-Sayyid Abdullah bin Muhammad Al-Ghumari (seorang ahli hadits besar di Maghrib), beliau di dalam kitabnya menyebutkan sekitar lebih dari 10 hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam yang meriwayatkan tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban secara khusus. Memakmurkan malam nisfu sa’ban adalah perkara yang tidak dilarang oleh agama, sebab malam tersebut adalah malam yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala serta penuh dengan keberkahan-Nya.
Dahulu para ulama di Negeri Syam memakmuran malam nisfu sya’ban, baik secara sendiri maupun berkelompok di masjid. Di antara ulama yang berpendapat dan ikut memakmurkan malam nisfu sya’ban di masjid adalah seorang ulama besar di Negeri Syam, yaitu Khalid ibnu Ma’dan, Lukman bin Amir, serta ulama-ulama besar lainnya. Diriwayatkan bahwa mereka pada malam nisfu sya’ban memakai pakaian terbagus, wewangian terharum, dan mereka memakmurkan malam nisfu sya’ban di masjid dengan beribadah semalam suntuk kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Al Imam Ishak Ibnu Rohaweih (seorang ahli hadits besar dan guru dari Al Imam Al Bukhari) menyatakan bahwa memakmurkan malam nisfu sya’ban di masjid dengan beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah bukanlah perkara yang bid’ah. Pernyataan Al Imam Ishak ibnu Rohaweih tersebut diriwayatkan oleh Harb Al Karmani dalam Al Masail. Beberapa ulama lain juga berpendapat bahwa memakmurkan malam nisfu sya’ban dengan beribadah adalah bukan perkara yang dilarang oleh agama, namun mereka berpendapat bahwa memakmurkannya di rumah (bukan secara berkelompok di masjid) adalah lebih baik. Di antara mereka adalah Al Imam Al Auza’i (salah seorang pemimpin ulama di Negeri Syam).
Diriwayatkan oleh Al Imam Al Baihaki dalam As Sunan Al Kubro bahwa Al Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘anhu telah berkata, “Telah sampai kepada kami bahwa do’a dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam Idul Fitri, malam Idul Adha, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban.” Sebagaimana diriwayatkan oleh Amiril Mukminin Umar Ibnu ‘Aziz menuliskan surat kepada wakil atau gubernurnya di Basrah, “Hendaknya engkau memperhatikan 4 malam dalam 1 tahun, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala mencurahkan rahmat-Nya yang sangat besar pada 4 malam tersebut, yaitu malam pertama pada bulan suci rajab, malam nisfu sya’ban, malam Idul Fitri, dan malam Idul Adha. ”
Apa yang kami paparkan di atas adalah beberapa kutipan yang dinyatakan oleh para ulama besar, walaupun di sana juga banyak ulama lain yang tidak menyetujui tentang malam nisfu sya’ban. Namun ketidaksetujuan mereka adalah ijtihad mereka, sebab memakmurkan malam nisfu sya’ban dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah permasalahan ijtihad (masalah far’iyah/masalah cabang, bukan masalah akidah). Ini adalah masalah yang luas, yang memerlukan kelapangan dada. Bagi yang menyetujuinya silahkan dan bagi yang tidak menyetujuinyapun silahkan. Perkara ijtihad disebutkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam, “Orang yang berijtihad, apabila dia benar dalam ijtihadnya maka mendapatkan 2 pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala, dan apabila dia salah dalam ijtihadnya maka mendapatkan 1 pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala.” Diantara hadits yang shahih ialah yang diriwayatkan oleh Al Imam At Tabrani, sebagaimana telah diriwayatkan dan dishahihkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dari Muadz bin Jabbal Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam bersabda,
يطلع الله إلى جميع خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan perhatian-Nya kepada seluruh makhluk-Nya pada malam nisfu sya’ban. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik dan orang yang saling berdengki satu sama lain.”
Diantara hadits kemuliaan malam nisfu sya’ban adalah yang diriwayatkan oleh Al Bazar dan Imam Baihaki dari Sayyidina Abu Bakar As Shiddiq bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam bersabda,
ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء
”Allah Subhanahu wa ta’ala turun ke langit dunia ini dengan menurunkan rahmat-Nya pada malam nisfu sya’ban, sehingga Allah Subhanahu wa ta’ala mengampuni segala sesuatu kecuali orang yang musyrik dan orang yang di dalam hatinya terdapat kedengkian.”
Berkata Al Hafidz Al Mundziri bahwa Isnaduhu La Ba’sa bihi yakni sanad hadits ini tidak ada keburukan. Al Ustadz Nashiruddin Al Albani, walaupun banyak dari ulama-ulama ahli hadits di berbagai penjuru dunia tidak menganggapnya sebagai pakar hadits, dan sangat banyak kitab yang ditulis untuk membantah pendapat-pendapat menyimpang Al Ustad Nashiruddin Al Albani, namun saya ingin mengutip suatu hadits dari karya beliau karena banyak dari kelompok-kelompok yang mengingkari kemulian malam nisfu sya’ban adalah orang-orang yang bertumpu dan fanatik berpegang kepada segala pendapat beliau. Dalam suatu karya beliau yang berjudul Shahih Ibn Maajah yang merangkum seluruh hadits-hadits shohih Ibn Maajah. Pada jilid 1 halaman 414-415 Al Ustadz Nashiruddin Al Albani mengutip suatu hadits dari sahabat Abu Musa Al Asy’ary dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam bersabda:
إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك و مشاحن
“Sesungguhnya Allah memandang pada malam nisfu sya’ban, maka Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang mendengki”.
Ketiga hadits di atas cukup untuk menjadi landasan kemuliaan malam nisfu sya’ban agar dimakmurkan dan diistimewakan. Al Imam Abdullah bin Muhammad Al-Ghumari membawakan sekitar 10 hadits yang menyebutkan kemuliaan malam nisfu sya’ban, sebagaimana Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali di dalam kitabnya yaitu Lathaiful Ma’arif juga meriwayatkan beberapa hadits tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban, sebagaimana Al Imam As Suyuti di dalam tafsirnya yaitu Ad Durr Al Mantsur juga menyebutkan tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban, dan banyak ulama-ulama besar lainnya yang menyebutkan hadits-hadits tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban. Walaupun hadits dhaif tidak dapat dijadikan sebagai hujjah dan lndasan hukum, namun dapat dijadikan sebagai landasan di dalam fadhail a’mal dengan syarat-syaratnya. Ketika banyak hadits dhaif yang meriwayatkan tentang perkara tertentu, maka status kedha’ifannya terangkat menjadi kuat dengan banyaknya dukungan dari hadits dhaif lainnya. Apa yang dilakukan oleh para ulama sejak dahulu di Negeri Syam dan di beberapa negeri lainnya dalam memakmurkan malam nisfu sya’ban sudah cukup dapat dijadikan sebagai hujjah, contoh dan teladan.
Dinyatakan bahwa menyatakan hukum tentang suatu perkara tertentu tidak dapat dilakukan sebelum seseorang atau ahli fatwa memahami betul secara keseluruhan tentang perkara tersebut sebelum dia menyatakan hukum terhadapnya.
الحكم على شيء فرع من تصوره
“Menyatakan hukum terhadap sesuatu adalah setelah memahami betul secara keseluruhan sesuatu tersebut.”
Apakah hukum syari’at terhadap perkumpulan dzikir dan doa yang dilakukan oleh kaum muslimin di berbagai penjuru pada malam nisfu sya’ban?. Sebelum menyatakan hukum terhadap perkumpulan doa dan dzikir serta memuliakan malam nisfu sya’ban, kita harus mengetahui perkumpulan apakah itu? dan apa yang ada didalamnya?. Apabila kita melihat dan menghadirinya maka akan didapati, yang mendorong mereka untuk menghadiri atau mengadakan perkumpulan tersebut adalah:
Keimanan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, berharap ampunan dan rahmat-Nya serta bermunajat agar harapannya dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Mereka mendengar hadits-hadits tentang kemuliaan malam nisfu sya’ban, diantaranya hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Mereka mengharapkan kerunia Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga mereka berkumpul.
Perkumpulan pada malam nisfu sya’ban yang sebagaimana diadakan oleh kamu muslimin di berbagai penjuru adalah perkumpulan dzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, pembacaan kitab suci Al Qur’an baik surat Yaasiin atau surat lainnya, berdo’a dan berharap kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Apa hukum perkara-perkara tersebut? Perkumpulan dzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah perkara yang sangat dianjurkan dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam, dan banyak hadits yang diriwayatkan tentang perkumpulan dzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Pembacaan Al Qur’an dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala baik secara sendiri maupun bersama-sama merupakan hal yang sangat dianjurkan di dalam agama serta merupakan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam. Perkara-perkara tersebut tidak pernah dilarang, bahkan sangat dianjurkan sebagai bentuk dan bukti penghambaan sejati kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Mungkin banyak yang bertanya, apa hukum membaca Surat Yaasiin sebanyak 3 kali? Kemudian dengan tujuan agar umurnya dipanjangkan oleh Allah Subhanhu wa ta’ala, rezekinya dimurahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, diberikan khusnul khatimah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, dan segala niat lainnya. Apa hukumnya? Kita katakan bahwa ber’doa dan berharap kepada Allah Subhanahu wa ta’ala tidak pernah dilarang oleh agama, bahkan bagian dari agama. Membaca Surat Yaasiin sebanyak 3 kali/30 kali/ratusan kali, atau membaca Al-Qur’an secara keseluruhan tidak dilarang oleh agama. Dengan tujuan agar hajatnya dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, ketahuilah bahwa yang kita lakukan ketika membaca ayat-ayat suci Al Qur’an adalah bagian dari agama Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebagaimana juga pembacaan Surat Yaasiin 3 kali merupakan amal ibadah yang ketika membacanya dan kemudian bertawassul kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan berkat pembacaan ayat suci Al Qur’an, amal ibadah yang kita lakukan ini agar Allah Subhanahu wa ta’ala memanjangkan umur, mengabulkan do’a, dan memberikan khusnul khatimah kepada kita, perkara semacam ini sangat direstui dan dibenarkan oleh agama. Hal ini dinamakan At Tawashul ilallah bil a’maal ash sholihah yakni bertawasul kepada Allah dengan berkat amal ibadah yang soleh agar Allah mengabulkan doa dan harapan.
Hukum perkara ini sebagaimana disepakati oleh para ulama adalah boleh dilakukan dan merupakan bagian dari agama Allah. Banyak dalil dari Al Qur’an dan hadits-hadits shahih yang membenarkan perkara bertawashul dengan amal ibadah yang soleh. Diantara adalah suatu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhori dan Al Imam Muslim berikut ini:
وعن أبي عَبْد الرَّحْمَن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخطَّابِ، رضيَ اللهُ عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رسولَ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقُولُ: “انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى آوَاهُمُ الْمبِيتُ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ، فانْحَدَرَتْ صَخْرةٌ مِنَ الْجبلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمْ الْغَارَ، فَقَالُوا: إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا الله تعالى بصالح أَعْمَالكُمْ قَالَ رجلٌ مِنهُمْ: اللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوانِ شَيْخَانِ كَبِيرانِ، وكُنْتُ لاَ أَغبِقُ قبْلهَما أَهْلاً وَلا مالاً فنأَى بِي طَلَبُ الشَّجرِ يَوْماً فَلمْ أُرِحْ عَلَيْهمَا حَتَّى نَامَا فَحَلبْت لَهُمَا غبُوقَهمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِميْنِ، فَكَرِهْت أَنْ أُوقظَهمَا وَأَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدِى أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُما حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ وَالصِّبْيَةُ يَتَضاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمى فَاسْتَيْقظَا فَشَربَا غَبُوقَهُمَا. اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَة، فانْفَرَجَتْ شَيْئاً لا يَسْتَطيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهُ. قَالَ الآخر: اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانتْ لِيَ ابْنَةُ عمٍّ كانتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيَّ”وفي رواية: “كُنْتُ أُحِبُّهَا كَأَشد مَا يُحبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءِ، فَأَرَدْتُهَا عَلَى نَفْسهَا فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهِا عِشْرينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ففَعَلَت، حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا”وفي رواية: “فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْليْهَا، قَالتْ: اتَّقِ اللهَ وَلاَ تَفُضَّ الْخاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ، فانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهِىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِليَّ وَتركْتُ الذَّهَبَ الَّذي أَعْطَيتُهَا، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعْلتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فانفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ غَيْرَ أَنَّهُمْ لا يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا. وقَالَ الثَّالِثُ: اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجرَاءَ وَأَعْطَيْتُهمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذي لَّه وَذَهبَ فثمَّرت أجْرَهُ حَتَّى كثرت منه الأموال فجائنى بَعدَ حِينٍ فَقالَ يَا عبدَ اللهِ أَدِّ إِلَيَّ أَجْرِي، فَقُلْتُ: كُلُّ مَا تَرَى منْ أَجْرِكَ: مِنَ الإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَم وَالرَّقِيق فقالَ: يا عَبْدَ اللَّهِ لا تَسْتهْزيْ بي، فَقُلْتُ: لاَ أَسْتَهْزيُ بِكَ، فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فاسْتاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْه شَيْئاً، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتغَاءَ وَجْهِكَ فافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فخرَجُوا يَمْشُونَ “متفقٌ عليه.
Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin Al Khaththab Radhiallahu ‘anhuma, berkata, Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini kecuali jika engkau semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik. Seorang dari mereka itu berkata, “Ya Alla,. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu – yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, anak-anak kecil sama menangis karena kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua. Yang lain berkata, “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang sepupu wanita yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia (dalam sebuah riwayat disebutka, Saya mencintainya sebagai kecintaan orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita) kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran. La pun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku (maksudnya suka dikumpuli dalam 1 tempat tidur). Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya (dalam sebuah riwayat lain disebutkan, Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya) sepupuku itu lalu berkata, “Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin (maksudnya cincin adalah kemaluan). Maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini melainkan dengan haknya dengan perkawinan yang sah. Lalu aku pun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini. Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya. Orang yang ketiga lalu berkata, “Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata, Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata, Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata, Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab, Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itu pun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu”. (Muttafaq ‘alaih)
Kemudian do’a yang sering kali dibaca pada malam nisfu sya’ban yang berbunyi:
اللهم يا ذا المن و لا يمن عليه و يا ذا الطول و الإنعام يا ذا الجلال و الإكرام إلى آخر الدعاء المشهور
Merupakan doa nabawi, doa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam. Dari Sayyidina Abdullah ibnu Mas’ud, beliau berkata, “Tidak ada seorang hamba yang berdo’a dengan do’a-do’a ini melainkan Allah melapangkan dan mensejahterakan kehidupannya.” Oleh karena itu, perkumpulan pada malam nisfu sya’ban direstui oleh para ulama walaupun ada beberapa ulama yang tidak menyetujuinya. Setiap kelompok mempunyai dalil dan hujjah yang dapat dipertanggungjawabkan.
و صلى الله علو سيدنا محمد و آله و صحبه و سلم و الحمد لله رب العالمين
Yayasan Al Fachriyah
2 Sya’ban 1436 H/20 Mei 2015 M
Al Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Ahmad bin Jindan
--------------------------------------
KEUTAMAAN NISFU SAY'BAN
Nisfu Sya'ban adalah hari peringatan Islam yang jatuh pada pertengahan bulan Sya'ban. Dalam kalangan Islam, Nisfu Sya'ban diperingati menjelang bulan Ramadhan. Pada malam ini biasanya diisi dengan pembacaan Surat Yaasiin tiga kali berjamaah dengan niat semoga diberi umur panjang, diberi rizki yang banyak dan barokah, serta ditetapkan imannya.
Peringatan Nisfu Sya'ban tidak hanya dilakukan di Indonesia saja. Al-Azhar sebagai yayasan pendidikan tertua di Mesir bahkan di seluruh dunia selalu memperingati malam yang sangat mulia ini. Hal ini karena diyakini pada malam tersebut Allah akan memberikan keputusan tentang nasib seseorang selama setahun ke depan. Keutamaan malam nisfu Sya'ban diterangkan secara jelas dalam kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
KEUTAMAAN NISFU SAY'BAN DAN DO'A MALAM NISFU SYA'BAN
Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.
Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya’ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.
HADIST KEUTAMAAN NISFU SYA’BAN
Tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban ini, dimana kita dianjurkan untuk melakukan ibadah terutama untuk memohon ampun, memohon rezeki dan umur yang bermanfaat, terdapat beberapa hadis yang menurut sebagian ulama sahih. Diantaranya
Hadist pertama mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan dari Siti A’isyah ra berkata, : "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: “Hai A’isyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi) .
Hadits Kedua mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan dari Siti Aisyah ra bercerita bahwa pada suatu malam ia kehilangan Rasulullah SAW. Ia lalu mencari dan akhirnya menemukan beliau di Baqi’ sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah)
Hadis Ketiga mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah pada malam nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR Ibnu Majah)
Hadis Keempat mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib KW bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika malam nishfu Sya’ban tiba, maka salatlah di malam hari, dan berpuasalah di siang harinya, karena sesungguhnya pada malam itu, setelah matahari terbenam, Allah turun ke langit dunia dan berkata, Adakah yang beristighfar kepada Ku, lalu Aku mengampuninya, Adakah yang memohon rezeki, lalu Aku memberinya rezeki , adakah yang tertimpa bala’, lalu Aku menyelamatkannya, demikian seterusnya hingga terbitnya fajar.” (HR Ibnu Majah).
Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu Sya’ban yang Insya Allah akan jatuh pada Sabtu, 21 Mei 2016 sore hingga subuh . Marilah kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon ampunan dan berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah. SWT
Sahabatku,
Perlu saya tekankan di sini, tidak ada larangan dari Rasul untuk berdoa di malam Nisfu Sya’ban, justru pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan munkar, sebagaimana sabda Rasulullah saw : “sungguh sebesar besarnya dosa muslimin dg muslim lainnya adalah pertanyaan yg membuat hal yg halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya” (Shahih Muslim)
KESIMPULAN MENGENAI MALAM NISFU SYA'BAN
Dari paparan di atas, kita sebagai umat Islam sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, memperbanyak bacaan zikir, memperbanyak baca'an shalawat, membaca al-Qur’an, bersedekah, berdo’a dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.
Sejak semula, Rasulullah Muhammad SAW telah mensinyalir bahwa bulan Sya’ban atau bulan ke-8 dari perhitungan bulan Qamariyah (Hijriah) merupakan bulan yang biasa dilupakan orang.
Maksud Rasulullah, hikmah dan berbagai kemuliaan dan kebajikan yang ada dalam bulan Sya’ban dilupakan orang. Mengapa dilupakan? Menurut pengakuan Rasulullah, karena bulan Sya’ban berada di antara dua bulan yang sangat terkenal keistimewaannya. Kedua bulan dimaksud adalah bulan Rajab dan bulan Ramadan. Bulan Rajab selalu diingat karena di dalamnya ada peristiwa Isra' Mi'raj yang diperingati dan dirayakan sedang bulan Ramadan ditunggui kedatangannya karena bulan ini adalah bulan yang paling mulia dan istimewa di antara bulan yang ada.
Lantas apa dan bagaimana bulan Sya’ban? Keistimewaan dan kemuliaan bulan Sya’ban terletak pada pertengahannya, sehingga disebut dengan Nisfu Sya’ban. Nisfu artinya setengah atau seperdua, dan Sya’ban sebagaimana disebut pada awal tulisan ini, adalah bulan kedelapan dari tahun Hijrah. Nisfu Sya’ban secara harfiyah berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban. Kata Sya’ban sendiri adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung.
Bulan kedelapan dari tahun Hijriah itu dinamakan dengan Sya’ban karena pada bulan itu ditemukan banyak jalan untuk mencapai kebaikan. Malam Nisfu Sya’ban dimuliakan oleh sebagian kaum muslimin karena pada malam itu diyakini dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia; Raqib dan Atib, menyerahkan catatan amalan manusia Allah SWT, dan pada malam itu pula catatan-catatan itu diganti dengan catatan yang baru.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda “Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Ia adalah bulan diangkatnya amal-amal oleh Tuhan. Aku menginginkan saat diangkat amalku aku dalam keadaan sedang berpuasa (HR Nasa’I dari Usamah).
Sehubungan dengan hal itu Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah ra.” lam yakunin Nabiyi sha mim yashumu aksara min sya’baana finnahu kaana yashumuhu kulluhu kaana yashumuhu illa qalilan. Maksud Aisyah dalam periwayatan ini bahwa Nabi Muhammad SAW paling banyak berpuasa pada bulan Sya’ban.
Lebih jauh dari itu, pada malan Nisfu Sya’ban Allah SWT menurunkan berbagai kebaikan kepada hambanya yang berbuat baik pada malam tersebut. Kebaikan-kebaikan itu berupa syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min azab (pembebasan dari siksaan). Oleh karena itu malam Nisfu Sya’ban diberi nama yang berbeda sesuai dengan penekanan kebaikan yang dikandungnya.
Imam al-Gazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam Syafaat, karena menurutnya, pada malam ke-13 dari bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Lalu pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Meskipun demikian ada beberapa gelintir orang yang tidak diperuntukkan pemberian syafaat kepadanya. Orang-orang yang tidak diberi syafaat itu antara lain ialah orang-orang yang berpaling dari agama Allah dan orang-orang yang tidak berhenti berbuat keburukan.
Nisfu Sya’ban dinamakan juga sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hambanya yang saleh. Namun dalam pemberian ampunan itu dikecualikan bagi orang-orang yang masih tetap pada perbuatannya mensyarikatkan Allah alias musyrik, dan bagi mereka yang tetap berpaling dari Allah SWT. Nabi bersabda: ? Tatkala datang malam Nisfu Sya’ban Allah memberikan ampunanNya kepada penghuni bumi, kecuali bagi orang syirik (musyrik) dan berpaling dariNya (HR Ahmad).
Kecuali Enam Golongan
Ibn Ishak meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa pernah Rasulullah memanggil isterinya, Aisyah dan memberitahukan tentang Nisfu Sya’ban. “Wahai Humaira, apa yang engkau perbuat malam ini? Malam ini adalah malam di mana Allah yang Maha Agung memberikan pembebasan dari api neraka bagi semua hambanya, kecuali enam kelompok manusia”.
Kelompok yang dimaksud Rasulullah yaitu,
Pertama, kelompok manusia yang tidak berhenti minum hamr atau para peminum minuman keras. Sebagaimana berulang kali dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan hamr adalah jenis minuman yang memabukkan, baik jenis minuman yang dibuat secara tradisional mapun jenis minuman yang dibuat secara modern. Istilah populernya adalah minuman keras atau miras. Yang disebut pertama antara lain tuak atau ballok, baik ballok tala, ballok nipa, maupun ballok ase. Sementara yang disebut kedua antara lain bir dan whyski. Termasuk kategori sebagai orang yang tidak berhenti minum hamr ialah orang-orang menyiapkan minuman tersebut atau para pembuat dan pengedarnya. Mereka ini tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi malah diancam dengan siksaan api neraka.
Kedua, orang-orang yang mencerca orang tuanya. Termasuk kategori mencerca orang tua ialah berbuat jahat terhadap orang tua yang dalam hal ini ibu bapak. Menurut ajaran agama yang menyatakan syis saja kepada ibu atau bapak itu sudah termasuk dosa. Membentak orang tua termasuk perbuatan yang sangat dilarang. Allah SWT di samping menegaskan kepada manusia untuk tidak beribadah selainNya, maka kepada kedua orangtua berbuat baiklah. Waqadha Rabbuka an La ta’buduu Illah Iyyahu wa bilwalidaini ihsanan (al-Isra: 17:23). Perbutan kategori baik terhadap orang tua antara lain bertutur kata kepada keduanya dengan perkataan yang mulia, merendahkan diri kepada keduanya dengan penuh kasih sayang, dan kepada keduanya didoakan; “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”
Ketiga, orang-orang yang membangun tempat zina. Tempat berzina dimaksud adalah tempat pelacuran yang kini nama populernya tempat PSK (pekerja seks komersial). Golongan atau kelompok orang yang seperti ini, pada malam Nisfu Sya’ban tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi sebaliknya mereka dijanji dengan siksaan dan azab.
Keempat, orang-orang atau para pedagang yang semena-mena menaikkan harga barang dagangannya sehingga pembeli merasa dizalimi. Misalnya, penjual bahan bakar minyak, termasuk minyak tanah. Harga dagangan jenis ini sudah ada harga standar, tetapi kalau penjualnya menaikkan harganya secara zalim, maka penjual yang demikian itulah yang tidak mendapat pembebasan dari neraka.
Kelima, petugas cukai yang tidak jujur. Termasuk kategori petugas cukai adalah para kolektor pajak atau orang-orang yang menagih pajak dan retribusi. Misalnya petugas cukai yang bertugas di pasar-pasar yang menerima uang atau cukai dari penjual dengan bukti penerimaan dengan karcis. Salah satu bentu ketidakjujuran kalau uang diterima tetapi tidak diserahkan bukti penerimaan (karcis).
Keenam, kelompok orang-orang tukang fitnah. Orang-orang kelompok ini suka menyebarkan isu dan pencitraan buruk yang sesungguhnya hanyalah sebuah fitnah. Keenam golongan inilah yang disebut tidak mendapat fasilitas itqun minannar.
Atas dasar itu, kiranya kita semua dapat menyadari bahwa sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadan. Persiapan itu meliputi persiapan mental dan persiapan fisik. Manusia atau umat hendaknya memasuki bulan suci Ramadan sudah dalam keadaan iman yang mantap dan sudah dalam keadaan mendapatkan syafaat, dan sudah dalam keadaan mendapat jaminan dan pembebasan dari siksaan api neraka.
Dari paparan di atas, kita sebagai umat Islam angat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya’ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, memperbanyak bacaan zikir, memperbanyak baca'an shalawat, membaca al-Qur’an, bersedekah, berdo’a dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.
--------------------------------------
Inilah Sejarah Dan Fadhilah Nisfu Sya'ban
Ada beberapa bulan dalam islam yang didalamnya terdapat keberkahan dan keagungan, Salah satunya adalah bulan Sya'ban. Dan dalam bulan sya'ban tersebut ada satu malam istimewa yang masih menjadi ikhtilaf atau perbedaan pendapat dari zaman tabi'in sampai sekarang, yang mana jika kita menghidupkan malam tersebut dengan beribadah maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosa kita kecuali dosa syirik dan membunuh. Malam ini biasa disebut dengan malam Nisfu Sya'ban.
Ilustrasi Malam Nisfu Syaban
Perlu kita ketahui, Bahwa dalam bahasa arab, Nisfu artinya pertengahan. Dan Syaban adalah nama bulan dalam kalender hijriyah, Jadi, Nisfu Sya’ban berarti pertengahan bulan sya’ban.
Jika kita merujuk pada kalender Hijri, maka malam itu jatuh pada tanggal 14 Sya’ban karena pergantian tanggal sesuai penanggalan Hilaliyah atau yang menggunakan patokan rembulan adalah saat Matahari terbenam atau malam tiba. Dan malam nisfu sya'ban di tahun 2016 ini jatuh pada hari ini, Sabtu Malam Minggu, 21 Mei 2016.
Dalam sejarah islam, ada yang berpendapat bahwa pada saat itu terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari baitul maqdis kearah masjidil haram.
Keistimewaan Malam Nisfu Sya’ban
Ada hadits yang menyatakan keutamaan malam nisfu Sya’ban yang mengatakan bahwa di malam tersebut akan ada banyak pengampunan terhadap dosa.
Di antaranya adalah hadits riwayat Mu’adz bin Jabal, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dan Dia akan mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Al-Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia adalah perawi yang dinilai dha’if.”
Hadits lainnya lagi adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ
“Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”
Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perowi yang diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih dicatat).” Berarti hadits ini bermasalah.
Setelah Al Mubarakfuri meninjau riwayat-riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits tersebut dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah bagi orang yang mengklaim bahwa tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
Ibnu Rajab mengatakan, “Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya. Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab shahihnya.” (Lathaif Al-Ma’arif).
Intinya, penilaian kebanyakan ulama (baca: jumhur ulama), keutamaan malam nisfu Sya’ban dinilai dha’if. Namun sebagian ulama menshohihkannya. Akan tetapi perbedaan ini bukan merupakan sesuatu hal yang amalah menjadikan umat terpecah belah.
Tidak akan ada penyelesaiannya, karena masing-masing pihak berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing. Sebagian Ulama menganggapnya sebagai sunnah dan sebagian Ulama menganggapnya sebagai bi’dah hasanah mamduhah (bid’ah yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji ) dan sebagian lain menganggap sebagai amalan bid’ah yang tidak pernah dijalankan oleh Nabi SAW.
************************
Amalan Di Bulan Sya'ban
Bagaimana cara merayakan malam Nisfu Sya’ban? Apakah ada amalan-amalan khusus? Menurut sebagian besar Ulama, antara lain adalah dengan memperbanyak ibadah dan shalat malam dan dengan puasa. Baik malam nishfu syaban maupun malam-malam lainnya yang masih dalam bulan syaban.
Di kalangan kaum muslimin di Indonesia malam Nisfu sya’ban ini selalu menjadi malam yang istimewa diantara malam-malam di bulan Sya’ban. Berkenaan dengan malam Nisfu (pertengahan) Sya’ban ada beberapa hal yang patut diketahui bersama, karena malam Nisfu Sya’ban ini sejak lama menjadi perdebatan di kalangan Ulama dan para ahli hadist dan menjadi 'mahallul-khilaf' nyaris sepajang zaman.
Mengenai menghidupkan malam nisfu sya’ban yang menurut sebagian ulama adalah adalah sunnah Rasul SAW diambil dari dalil-dalil berikut :
Hadist Pertama
Rasulullah saw bersabda,: “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban)
Hadist Kedua
Berkata Aisyah ra : “disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)
Pendapat Ulama'
Berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).
Berikut adalah ringkasan amaliyah Malam Nisfu Sya’ban menurut Ulama Syafi'iyyah :
1. Selesai melaksanakan Shalat Maghrib Berjamaah Di Masjid atau Mushollah, maka dzikir atau wiridan. Setelah itu membaca Surat Yaasiin sebanyak 3 kali. Bagi yang belum lancar membaca Surat Al-Ikhlas (Qulhuallahu ahad) ;
2. Sebelum membaca Surat Yaasiin Ke-1, berniat di dalam hati, dengan Lafadz Niat sebagai berikut :"Semoga Saya di berikan panjang umur yang Bermanfaat dan Barokah, Untuk Beribadah dan Ta’at kepada Alloh SWT " ;
3. Selesai membaca QS yasin yang Ke-2, berniat di dalam hati dengan Lafadz Niat sebagai berikut : " Semoga Saya di beri Rizki yang cukup, bermanfaat dan barokah untuk bekal ibadah kepada Allah SWT " ;
4. Sebelum membaca Surat Yasin Ke-3, berniat di dalam hati, dengan Lafadz Niat sebagai berikut : " Semoga Saya ditetapkan Iman dan Islam, di jauhkan dari bala bencana Allah SWT dan Husnul Hotimah " ;
5. Selesai membaca Surat Yaasiin maka membaca Doa-Nisfu-Syaban sebagai berikut :
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ
“ALLAAHUMMA YAA DZAL MANNI WALAA YUMANNU ‘ALAIKA YAA DZAL JALAALI WAL IKRAAM, YAA DZATH THAULI WALIN’AAM, LAA ILAAHA ILLAA ANTA, DHAHRUL LAAJIIN, WA JAARUL MUSTAJIIRIIN, WA AMAANUL KHAA IFIIN, ALLAAHUMMA IN KUNTA KATABTA NII ‘INDAKA FII UMMIL KITAABI SYAQIYYAN AW MAHRUUMAN AW MATHRUUDAN AW MUQTARRAN ‘ALAYYA FIR RIZQI, FAMHULLAA HUMMA BI FADLLIKA SYAQAAWATII WA HIRMAANII WA THARDII WAQ TITAARI RIZQII WA ATS-BITNII INDAKA FII UMMIL KITAABI SA’IIDAN MARZUUQAN MUWAFFAQALLIL KHAIRAAT. FA INNAKA QULTA WA QAULUKAL HAQQU FII KITAABIKAL MUNAZZALI ‘ALAA NABIYYIKAL MURSALI, YAMHUL LAAHUMAA YASYAA U WA YUTSBITU WA ‘INDAHUU UMMUL KITAAB. ILAAHII BITTAJALLIL AA’DHAMI FII LAILATIN NISHFI MIN SYAHRI SYA’BAANIL MUKARRAMIL LATII YUFRAQU FIIHAA KULLU AMRIN HAKIIM WA YUBRAM, ISHRIF ‘ANNII MINAL BALAA I MAA A’LAMU WA MAA LAA A’LAM WA ANTA ‘ALLAAMUL GHUYUUBI BIRAHMATIKA YAA ARHAMAR RAAHIMIIN.
artinya:
“Ya Allah Tuhanku Pemilik nikmat, tiada ada yang bisa memberi nikmat atasMU. Ya Allah Pemilik kebesaran dan kemuliaan. Ya Allah Tuhanku Pemilik kekayaan dan Pemberi nikmat. Tidak ada yang patut disembah hanya Engkau. Engkaulah tempat bersandar. Engkaulah tempat berlindung dan padaMUlah tempat yang aman bagi orang-orang yang ketakutan. Ya Allah Tuhanku, jika sekiranya Engkau telah menulis dalam buku besarMU bahwa adalah orang yang tidak bebahagia atau orang yang sangat terbatas mendapat nikmatMU, orang yang dijauhkan daripadaMU atau orang yang disempitkan dalam mendapat rizki, maka aku memohon dengan karuniaMU, semoga kiranya Engkau pindahkan aku kedalam golongan orang-orang yang berbahagia, mendapat keluasan rizki serta diberi petunjuk kepada kebajikan. Sesungguhnya Engkau telah berkata dalam kitabMU yang telah diturunkan kepada RasulMU, dan perkataanMU adalah benar, yang berbunyi: Allah mengubah dan menetapkan apa-apa yang dikehendakiNYA dan padaNYA sumber kitab. Ya Allah, dengan tajalliMU Yang Mahabesar pada malam Nisfu Sya’ban yang mulia ini, Engkau tetapkan dan Engkau ubah sesuatunya, maka aku memohon semoga kiranya aku dijauhkan dari bala bencana, baik yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui, Engkaulah Yang Mahamengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Dan aku selalu mengharap limpahan rahmatMU ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih”.
6. Memperbanyak Tahlil, Dzikir, Sholawat, Do'a dan Istighfar sambil menunggu waktu Sholat Isya ;
7. Selesai
Kesimpulan :
Hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in. Yang menganggap amalan nishfu sya'ban lemah mohon jangan mencemooh atau membid'ahkan yang tidak sependapat.
Wallahualam bisshawab.
By : Ali Wahyudin disarikan dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar