Menurut Kaum SAWAH tidak ada dalilnya dan Bid'ah. Rasululloh tidak pernah mencontohkannya
Jawaban Ringan :
Mungkin menurut anti Usap Wajah lebih baik tertawa usai Do'a dan Sholat. Atau ngobrol ngalor ngidul sambil bergosip ria.
Jawaban Serius :
Mereka lupa, berdo'a adalah ibadah Ghoiro Mahdo. Sehingga model ber-do'a tidak terikat aturan2 yang baku seperti Sholat yang merupakan Ibadah Mahdo.
Dalam hal usai berdo'a, sering kita mengusap muka. Apakah hal ini pernah dicontohkan Rasululloh SAW ? Berikut ini penjelasan dibawah ini.
Setelah berdoa Rasulullullah Saw. selalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عن السائب بن يزيد عن أبيه أنّ النبي صلّى الله عليه وسلّم كان إذا دعا فرفع يديه مسح وجهه بيده
“Dari Sa’ib bin Yazid dari ayahnya bahwa sesungguhnya apabila Rasulullah Saw. berdoa beliau selalu mengangkat kedua tangannya lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya” (Sunan Abu Dawud hadits no. 1275).
Jadi berdasarkan Hadits tersebut diatas, mengusap wajah setelah berdo'a adalah sunnah menurut mayoritas ulama dari Madzhab Imam Syafi'i. Tapi memang menurut kaum SAWAH dihukumi sebagai Bid'ah Dholalah. Perhatikan pendapat atau fatwa Imam Nawawi dalam Al-Majmuk 2/487 menyatakan :
ومن آداب الدعاء ك ونه في الأوقات والأماكن والأحوال الشريفة واستقبال القبلة ورفع يديه ومسح وجهه بعد فراغه وخفض الصوت بين الجهر والمخافتة
Artinya: Sebagian dari tata cara do'a adalah ia dilakukan pada waktu, tempat, dengan perilaku yang mulia, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah setelah selesai berdo'a, merendahkan suara antara keras dan samar.
Dalam kitab Tahqiq, Imam Nawawi menetapkan sunnahnya mengusap wajah setelah berdo'a sebagaimana dikutip oleh Zakaria Al-Anshari dalam Asnal Matolib 1/160, Khatib As-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj 1/370.
Lalu bagaimana ketika usai Sholat ? Apakah juga sunnah mengusap wajah ?
Selepas Sholat maka selesai pula Ritual Ibadah Kepada Allah SWT. Penjelasannya seperti ini.
Ketika kita sedang Sholat sesungguhnya di dalam shalat terkandung doa-doa kepada Allah SWT Sang Khaliq. Sehingga orang yang mengerjakan shalat berarti juga sedang berdo'a. Maka wajar jika setelah sholat ia juga disunnahkan untuk mengusap muka.
Adapun mengusap usai Sholat kita dapat merujuk kepada Ulama Madzhab Syafi'I. Imam Nawawi 4/99 dalam Al-Majmuk menyatakan
وكره السلف مسح الجبهة في الصلاة وقبل الانصراف مما يتعلق بهما من غبار ونحوه
Artinya: Ulama salaf memakruhkan mengusap dahi saat shalat dan sebelum selesai shalat (sebelum salam) dengan tujuan untuk membersihkan debu dan lainnya.
Itu artinya, kalau mengusap wajah setelah salam tidak apa-apa. Bahkan Al-Bakri dalam kitab Ianatut Tolibin 1/184-185 menyatakan: "Dalam riwayat Imam Nawawi di sebutkan: Dan kami juga meriwayatkan hadits dalam kitab Ibnus Sunni dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah SAW apabila selesai melaksanakan shalat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Lalu berdoa: 'Saya bersaksi tiada Tuhan kecuali Dia Dzat Yang maha Pengasih dan penyayang. Ya Allah Hilangkan dariku kebingungan dan kesusahan."'
Pendapat Imam Nawawi yang dikutip Al-Bakri di atas berdasarkan hadits dari Anas bin Malik sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْفَتَلَ مِنْ صَلاتِهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى , ثُمَّ قَالَ: «بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ»
Artinya: Dari Anas ia berkata, Rasulullah apabila selesai shalat beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya lalu berdoa: Dengan nama Allah yang tidak ada tuhan selain Dia yang Maha Pengasih Penyayang, Ya Allah hilangkan dariku rasa galau dan kesusahan.
Hadits ini disebut antara lain dalam kitab-kitab berikut: Mukjamul Ausat lil Tabrani, Kashful Astar Al-Haitsami, Nuskhat al-Zubair bin Adi, Amali Ibnu Sam'un Al-Waidz, Amalul Yaum wal Lailah Ibnus Sunni, dan lain-lain.
Status hadits: Hadits ini menurut Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad berstatus hasan. Tabrani dalam kitab Al-Dua' berkata: Sanad hadits ini muttashil dan para rawinya tsiqoh alias dapat dipercaya; statusnya hadits hasan. Ibnu Nuaim dalam kitab Hilyatul Auliya menyatakan bahwa status hadits ini hasan. Menurut Zubair bin Adi dalam Nuskhat Az-Zubair: hadis ini sanadnya muttasil dan rijalnya dapat dipercaya (siqoh). As-Syajari dalam Al-Amali Al-Khamisiyah menyatakan sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar