Bid'ah Ke-14 : Bermazhab Tidak Wajib, bahkan Bid'ah.
Jawaban Ringan :
Urusan dunia saja ada alirannya, apalagi urusan agama. Kalau tidak ber Mazhab apakah sudah hafal Al Qur'an ? Hafal Hadits 100 ribu Hadits ? Kalau belum, jangan mimpi. Imam Bukhari yang ahli hadits saja ber Mazhab, mosok tukang arloji seperti Al Bani merasa lebih hebat dari Imam Mazhab dan tidak mau ber Mazhab ?
Jawaban Serius :
Silahkan baca uraian seperti dibawah ini. Sebab kalau kita tidak ber Mazhab siap siap saja kita akan tersesat.
MENGAPA WAJIB TAQLID?. MENGAPA HARUS BERMADZHAB?
Bagi kita taqlid dengan imam mujtahid itu suatu keharusan yang tidak boleh tidak, karena keterbatasan kita tentang ilmu ilmu al qur an atau pun hadits Nabi SAW. Akhir-akhir ini datang faham baru yang melarang taqlid, mengharamkan mengikuti madzhab empat, dll.
Fenomena penolakan sebahagian kalangan pada konsep Taqlid untuk kaum awam memunculkan polemik bagi ummat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tiada memiliki kemampuan untuk mendalami agama langsung dari sumbernya yaitu Al Qur’an & As-Sunnah(Hadits).
Di Samping itu keengganan untuk bermadzhab (baca ; Taqlid) telah serta merta membangkitkan semangat sebahagian ummat islam utk beristinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yakni Al-Qur’an & As-Sunnah) tanpa disertai sarana yg memadahi dan akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang selayaknya adalah “Rahmatan Lil ‘Alamiin” beralih jadi “Fitnah Perpecahan” diantara sesama ummat Islam.
Oleh karenanya sebelum kita melepaskan diri dari mata rantai ber-Madzhab (Taqlid) sebaiknya kita bercermin diri setidaknya berkenaan banyak hal :
PERTAMA : ADAKAH KITA SUDAH MENDALAMI BAHASA ARAB DENGAN BENAR ?
Mendalami bahasa arab dengan benar yaitu sarana pertama yang harus kita kuasai, mengingat dua sumber utama dalam Islam ialah Al- Qur’an & As-Sunnah yang nota bene menggunakan Berbahasa Arab dengan kualitas yang amat sangat tinggi. Ilmu yang harus kita kuasai dalam bidang ini setidaknya meliputi Gramatika Arab (Nahwu-Shorof), Sastra Arab /Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan), Logika Bahasa (Manthiq) Sejarah Bahasa, Mufrodat, dst... Hal ini penting guna meminimalisir kesalahan dalam mengidentifikasi makna yang dikehendaki syari’at dari sumbernya secara Harfiyah (Tekstual), juga untuk mengidentifikasi nash-nash yang bersifat ‘Am, Khosh, berlaku Hakiki, Majazi dst...
Adalah hal yang naif bila kita berani mengatakan “Halal-Haram, Sah-Bathil, Shohih-‘Alil” cuma berdasar pemahaman dari terjemah Al- Qur’an atau As-Sunnah. Sebagai ilustrasi sederhana berikut kami kutipkan peran pemahaman bahasa arab yang baik dan benar dalam memahami Al-Qur’an dan As Sunnah :
Contoh Fungsi Gramatika Arab
Firman Alloh yang menuturkan tata cara berwudhu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bila kalian hendak melakukan Sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu hingga ke siku dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu hingga kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Coba anda perhatikan kalimat وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dalam firman Alloh di atas, di mana kata tersebut dibaca Nashob (dibaca Fathah pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat dengan kata بِرُءُوسِكُمْ (kepala kalian)yang dibaca Jar (dibaca kasroh pada huruf Ro’) dengan konsekwensi makna sebagai berikut :
a. Seandainya kata وَاَرْجُلِكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yg mesti dilakukan untuk kaki disaat berwudhu adalah Mengusap bukan Membasuh, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلِكُمْ disambung dgn kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) yakni وَامْسَحُوا(dan Usaplah)
b. Apabila kata وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yg mesti dilakukan untuk kaki saat berwudhu adalah Membasuh bukan Mengusap, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلَكُمْ disambung dgn kata وُجُوهَكُمْ yg berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (Basuhlah)
Coba anda perhatikan : betapa dengan sedikit perbedaan, berimplikasi makna dan kewajiban yang tidak sama. Di Mana dikala kata وَاَرْجُلَكُمْ dibaca Fathah/Nashab maka kewajibannya adalah Membasuh, sedang apabila kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca Kasroh/Jarr, maka kewajibannya adalah Mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari al qur’an terjemahan ????
Contoh Fungsi Balaghoh/Sastra Arab
Masih dalam tema ayat di atas, coba anda lihat kata إِذَا قُمْتُمْ dgn menggunakan Fiil Madhi (kata kerja masa lampau) yang jikalau dialih bahasakan dengan cara harfiyah memberi makna :
“Apabila kalian sudah berdiri /menjalankan”... sedang yang dimaksud adalah sebelum sholat. Inilah yg dalam pelajaran sastra arab disebut dengan “Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal”
Contoh Fungsi Manthiq
Diantara fungsi “Manthiq”/Logika Bahasa dalam konteks ayat di atas ialah guna Men-Tashowwur-kan (menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani’) dari masing-masing kata dalam ayat di atas, misal yang dimaksud dengan “Yad” (tangan) adakah ia adalah “Tangan” dalam bahasa kita? “Wajah” seberapakah daerah yang masuk kategori “Wajah”? &“Ru’us” (kepala), Membasuh, Mengusap, dst.... adakah semuanya dapat kita definisikan dengan kamus bahasa Indonesia ? Sedang Al Qur’an memakai bahasa arab dengan kualitas paling tinggi ?
KEDUA : SUDAHKAH ANDA MENGHAFAL AL QUR’AN (seluruhnya) DAN JUGA SEKURANG-KURANGNYA SERATUS RIBU HADITS ?
Syarat kedua diatas benar benar diperlukan karena dengan terpenuhinya syarat tersebut akan tergambar seluruh ayat dan hadits terkait kalau anda hendak memutuskan sebuah perkara, dengan begitu keputusan/pendapat anda akan terhindar dari bertabrakan dengan nash-nash yang lain.
Sebagai ilustrasi sederhana kita pakai ayat ayat di atas dengan terjemah sbb : “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu & tanganmu hingga ke siku, & usaplah kepalamu & kedua kakimu hingga kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Seandainya kita mendalami cuma dari ayat tersebut, maka akan kita dapati hukum wajibnya berwudhu adalah bagi setiap orang yg hendak melaksanakan sholat, baik ia orang yang masih dalam kondisi suci ataupun berhadats. Mengingat keumuman perintah pada ayat di atas yang ditujukan pada tiap-tiap orang yang hendak melakukan sholat.
Syarat kedua tersebut, juga berguna untuk menghindarkan anda menempatkan dalil bukan pada tempatnya, misal menempatkan ayat-ayat yg sejatinya untuk orang-orang kafir tetapi anda hantamkan untuk orang-orang Islam. Bukankah Abdulloh Ibn Umar –rodhiyallohu ‘anhu- pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda kaum Khowarij ?
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Dan adalah Ibnu Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk makhluk Alloh, dan ia berkata : “Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat yang (sejatinya) turun kepada orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat tersebut untuk orang-orang beriman”. (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij)
KETIGA : SUDAHKAH ANDA MENGUASAI ILMU-ILMU PENDUKUNG YANG LAIN GUNA MENDALAMI AL QUR’AN & AS SUNNAH ?
Perangkat lain yang harus anda kuasai dalam menggali hukum dari Al Qur’an & As Sunnah yang memang luas & dalamnya melebihi luas & dalamnya samudera, diantaranya yaitu ; - anda mesti mengetahui “Asbaabun Nuzul” dari setiap ayat & juga “Asbaabul Wuruud” dari setiap hadits, hal ini mutlak supaya anda mampu menempatkan dalil-dalil sesuai porsinya dan mampu membedakan dalil-dalil yang “Nasikh”. (Pengganti/penyalin) dari dalil-dalil yang “Mansukh” (diganti/disalin)
- anda juga mesti menguasai sekurang-kurangnya “Qiro’ah Sab’ah” dalam ilmu qur’an, mengingat akan Naif rasanya seseorang “Calon Mujtahid” melafadzkan al qur’an tanpa pengucapan yang fashih.
Di Samping itu anda juga mesti menguasai ilmu-ilmu pendukung guna mendalami As Sunnah, seperti Mushtholah
Hadits, Jarh Wat Ta’dil, Taroojim, dst... hai ini penting setidaknya biar anda tak berhukum dengan hadits yang lemah dengan menabrak hadits yang SAHIH.
KEEMPAT : SUDAHKAH ANDA MENGUASAI KAIDAH BER-ISTINBATH DARI PARA IMAM MUJTAHID ?
Syarat keempat di atas juga sangat penting setidaknya guna mengetahui cara mensikapi nash-nash yang Mujmal, Mubayyan, ‘Am, Khosh, & cara Men-Jami’-kan (mencari titik temu) bila
terdapat nash-nash yang dzahirnya Mukholafah (berselisih) atau Ta’aarudh (bertentangan).
Juga Sebagai ilustrasi sederhana kami kutipkan Firman Alloh berikut :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, & orang-orang Shobiin, siapa saja (diantara mereka) yg beriman kepada
Alloh & hari akhir, dan
melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, & mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh : 62)
Sepintas ayat di atas memberi pemahaman adanya peluang yang sama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, & orang-orang Shobiin, untuk mendapat pahala disisi Alloh atas kebajikan yang mereka perbuat. Maka seakan ayat tersebut menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, & orang-orang Shobiin, bisa masuk sorga. Adakah kenyataannya memang demikian ? sedang dalam ayat lain Alloh berfirman :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tak akan di terima, & di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Alu Imron : 85)
Perhatikan dua ayat di atas !!! adakah pengetahuan yang memadahi pada diri anda untuk Men-Jami’-kan dua nash yang dzahirnya Mukholafah (tak searah) tsb ?.... sungguh apa yang kami sampaikan di atas hanyalah sebahagian kecil perangkat yang harus anda kuasai untuk Ber-Istinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya).
Saudaraku... kami sampaikan hal-hal di atas bukan dalam rangka mematahkan semangat menuntut ilmu anda, akan tetapi ketika anda mencoba menggali hukum dari sumbernya langsung tidak dengan perangkat yang memadai, maka yakinlah Kelancangan Anda Cuma Akan Berakibat Perpecahan Ummat Islam.
LIKULLI SYAIIN AHLUN, IDZA WUSIDAL AMRU LIGHOIRI AHLIHI.. FANTADZHIRIS SAA’AH : “Setiap segala sesuatu ada ahlinya, Kalau suatu perkara diembankan (diserahkan) kepada yg bukan ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya”.
Sebagaimana fenomena yang terjadi sekarang ini banyak kehancuran, musibah, & saling menjatuhkan pendapat di dunia maya (media sosial) dikarenakan banyak orang berfatwa menyesatkan yang sebenarnya disebabkan ia langsung menggali hukum dari Alqur'an & Hadits tanpa melalui prosedur ijtihad & tanpa mempelajari kitab Kuning.
By : Wiliando Farsyad Syarif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar